Rabu, 11 November 2015

PERHITUNGAN KOLONI


Laporan Praktikum ke-5                                 Hari/Tanggal:  2 Desember 2014
Mata Kuliah: Mikrobiologi Terapan               Tempat Praktikum: Lab.TIP                                            
Paralel : 04                                                      Asisten: Taufik Hidayat (1210612034)



PERHITUNGAN KOLONI

Lestari Refis Tanjung
1310611080





FAKULTAS PETERNAKAN
JURUSAN ILMU PETERNAKAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
 2014




PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bakteri merupakan mikro uniseluler. Pada umumnya bakteri tidak mempunyai klorofil. Ada beberapa yang fotosintetik dan reproduks iaseksualnya secara pembelahan. Bakteri tersebar luas di alam, di dalam tanah,di atmosfer, di dalam endapan-endapan lumpur, di dalam lumpur laut, dalamair, pada sumber air panas, di daerah antartika, dalam tubuh manusia, hewan,dan tanaman. Jumlah bakteri tergantung pada keadaan sekitar. Misalnya, jumlah bakteri di dalam tanah tergantung jenis dan tingkat kesuburan tanah. Pengamatan bakteri dapat dilakukan secara individual, satu per satu,maupun secara kelompok dalam bentuk koloni. Bila bakteri yang ditumbuhkan di dalam medium yang tidak cair, maka akan terjadi suatu kelompok yang dinamakan koloni. Bentuk koloni berbeda-beda untuk setiap spesies, dan bentuk tersebut merupakan ciri khas bagi suatu spesies tertentu.
Bakteri adalah makhluk hidup yang sangat kecil dan hanya dapat dilihat dengan mikroskop. Untuk menyelidiki ukuran bakteri, dalam pemeriksaan mikrobiologi biasanya digunakan satuan mikron (diberi simbolhuruf ยต m), sEperti misalnya pada pengukuran virus. Selayaknya mahluk hidup, bakteri juga memiliki karakteristik. Baik dari bentuk, ukuran, warna elevansi dan margin. Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menentukan jumlah bakteri yang terdapat pada bahan pemeriksaan. Mulai dari yang paling sederhana dengan tingkat keakuratan yang rendah,sampai dengan yang menggunakan teknologi maju dengan tingkat keakuratan yang sangat tinggi. Pada praktikum mikrobiologi ini, pembiakan bakteri dilakukan untuk mempelajari yang diteliti sehingga dapat dihitung menggunakan metode sederhana. Selain itu, penentukan jumlah bakteri yang ada pada bahan pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui seberapa banyak bakteri yang ada pada daerah pengambilan sampel.
Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami cara menghitung koloni dari bakteri



TINJAUAN PUSTAKA
Beberapa cara dapat dilakukan untuk menentukan jumlah bakteri yangterdapat pada bahan pemeriksaan, yaitu :.Cara Penghitungan pada Lempeng Pembiakan (Plate Count)Dalam hal ini pun bahan pemeriksaan jika perlu harus diencerknuntuk menghindarkan jumlah koloni terlalu banyak sehingga tidak dapatdihitung. Hasil hitungan yang dapat diandalkan adalah antara 30-300 koloni pada tiap lempeng pembiakan.2. Cara Menghitung Langsung (Metode Kaca Objek)Dengan cara ini yang terhitung adalah baik bakteri hidup maupunmati, sehingga dengaan cara ini tidak diketahui berapa jumlah bakteri hidup,tetapi pengerjaannya lebih cepat.a. Metode Bilik Hitung b. Metode Breed3. Metode Ukur KekeruhanMetode ini menggunakan tabung-tabung dengan suspensi dari berbagai derajat kekeruhan (menurut Brown).4. Metode Turbidimetri dan NefelometriPada metode ini penghitungan didasarkan pada kenyataan bahwasuatu populasi atau kelompok sel-sel dalam medium cair menyerap ataumenyebarkan cahaya yang sebanding dengan derajat kekeruhan medium itu.5. Jumlah Perkiraan TerdekatJumlah perkiraan terdekat pada penghitungan bakteri didasarkan atasasumsi bahwa bakteri tersebar normal dalam medium cair, yang berarti biladiambil berulang-ulang sampel dengan takaran yang sama dari suatu sumber dapat diharapkan mengandung jumlah rata-rata yang sama, biarpun antarasampel yang satu sedikit lebih atau kurang daripada yang lain
Standar Plate Count (SPC) merupakan suatu standar yang digunakan untuk melaporkan hasil analisis mikrobiologi. SPC menjelaskan cara menghitung koloni yang tumbuh pada cawan serta cara memilih data yang ada untuk menentukan jumlah koloni.      
      A.     Metode TPC (Hitungan Cawan)
Metode hitungan cawan didasrkan pasa anggapan bahwa setiap sel yang dapat hidup akan berkembang biak menjadisatu koloni. Jadi jumlah koloni yang muncul pada cawan mengandung indeks bagi jumlah mikroorganisme yang dapat terkandung dalam sampel. Teknik yang harus dikuasai dalam metode ini adalah mengencerkan sampel dan mencawankan hasil pengenceran tersebut. Setelah inkubasi, jumlah masing-masing cawan diamati. Untuk memenuhi persyaratan statistic, cawan yang dipilih untuk pengitungan koloni adalah yang mengandung antara 30-300 koloni. Karena jumlah mikroorganisme dalam sampel tidak diketahui sebelumnya, maka untuk memperoleh sekurang-kurangnya satu cawan yang mengandung koloni dalam jumlah yang memenuhi persyaratan tersebut, harus dilakukan sederetan pengenceran dan pencawanan. Jumlah organisme yang terdapat dalam sampel asal ditentukan dengan menggunakn jumlah koloni yang terbentuk dengan faktor pengenceran pada cawan yang bersangkutan.
Rumus yang digunakan dalam perhitungan :
Faktor pengenceran     = Pengenceran x Jumlah yang di tanam
Jumlah koloni              = Jumlah yang di tanam x Faktor pengenceran
     B.    Metode MPN
 Metode MPN terdiri dari tiga tahap, yaitu uji pendugaan (presumtive test), uji konfirmasi (confirmed test), dan uji kelengkapan (completed test). Dalam uji tahap pertama, keberadaan coliform masih dalam tingkat probabilitas rendah; masih dalam dugaan. Uji ini mendeteksi sifat fermentatif coliform dalam sampel. Karena beberapa jenis bakteri selain coliform juga memiliki sifat fermentatif, diperlukan uji konfirmasi untuk mengetes kembali kebenaran adanya coliform dengan bantuan medium selektif diferensial. Uji kelengkapan kembali meyakinkan hasil tes uji konfirmasi dengan mendeteksi sifat fermentatif dan pengamatan mikroskop terhadap ciri-ciri coliform: berbentuk batang, Gram negatif, tidak-berspora (Fardiaz,1989).
Pada metode perhitungan MPN ini digunakan bentuk tiga seri pengenceran, yang pertama 10-1, 10-2, dan 10-3. Kemudian dari hasil perubahan tersebut dicari nilai MPNnya pada tabel nilai MPN, dan untuk jumlah bakterinya maka digunakan rumus (Gobel, 2008).
Metode hitungan cawan dapat dibedakan atas dua cara yaitu
Metode tuang (pour plate) Metode permukaan (surface / spread plate) Pada perhitungan menggunakan metode cawan, diperlukan suatu pengenceran agar jumlah koloni mikrobia yang ada pada cawan dapat dihitung dan sesuai standar, yaitu berjumlah 30 – 300 per cawan. Pengenceran dilakukan secara decimal untuk memudahkan perhitungan. Cara menghitung koloni pada cawan adalah
Cawan yang dipilih dan dihitung adalah yang mengandung jumlah koloni antara 30 sampai 300. Beberapa koloni yang bergabung menjadi satu merupakan suatu kumpulan koloni yang besar dimana jumlah koloninya diragukan, dapat dihitung sebagai satu koloni.suatu deretan (rantai) kolini yang terlihat sebagai suatu garis tebal dihitung sebagai satu koloni. Sedangkan data SPC harus mengikuti peraturan sebagai berikut Hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari dua angka, yaitu angka pertama dibelakang koma dan angkan kedua dibelakang koma. Jika angka ketiga sama dengan atau lebih besar dari 5, harus dibulatkan satu angka lebih tinggi pada angka kedua. Jika semua pengenceran yang dibuat untuk menanam menghasilkan angka kurang dari 30 pada cawan petri, hanya jumlah koloni pada pengenceran yang terendah yang dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai kurang dari 30 dikalikan dengan besarnya pengenceran, tapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan. Jika semua pengenceran yang dibuat untuk menanam menghasilkan angka lebih besar dari 300 pada cawan petri, hanya jumlah koloni pada pengenceran yang tertinggi yang dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai lebih dari 300 dikalikan dengan besarnya pengenceran, tapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan. Jika cawan dari dua tingkat pengenceran menghasilkan koloni dengan jumlah antara 30 dan 300, dan perbandingan antara hasil tertinggi dan terendah dari kedua pengenceran tersebut lebih kecil atau sama dengan 2, yang digunakan adalaha rata-ratanya. Jika perbandingan antara hasil tertinggi dan terendah dari kedua pengenceran tersebut lebih besar dari 2, yang dilaporkan hanya hasil terkecil.
Jika digunakan dua cawan Petri (duplo) per pengenceran, data yang diambil harus dari kedua cawan tersebut, meskipun salah satunya tidak memenuhi syarat diantara 30 dan 300. Pengenceran dihasilkan lebih dari 300 koloni  pada cawan petri berarti pengenceran rendah, oleh karena itu jumlah koloni pada pengenceran tertinggi yang diambil. (Dwijoseputro, 2005).
 Koloni adalah kumpulan dari mikrobia yang memilki kesamaan sifat-sifat seperti bentuk, susunan, permukaan, dan sebagainya. Sifat-sifat yang perlu diperhatikan pada koloni yang tumbuh di permukaan medium adalah (Dwidjoseputro, 1978), Besar kecilnya koloni. Ada koloni yang hanya serupa suatu titik, namun ada pula yang melebar sampai menutup permukaan medium.
Bentuk. Ada koloni yang bulat, ada yang memanjang. Ada yang tepinya rata, ada yang tidak rata. Kenaikan permukaan. Ada koloni yang rata saja dengan permukaan medium, ada pula yang timbul yaitu menjulang tebal di atas permukaan medium.
Halus kasarnya permukaan. Ada koloni yang permukaannya halus, ada yang permukaannya kasar dan tidak rata. Wajah permukaan. Ada koloni yang permukaannya mengkilat, ada yang permukaannya suram. Warna. Kebanyakan koloni bakteri berwarna keputihan atau kekuningan. Kepekatan. Ada koloni yang lunak seperti lendir, ada yang keras dan kering (Dwidjoseputro, 1978).
Kisaran hitung seperti yang sampai saat ini diketahui bahwa kisaran yang paling tepat dalam menghitung koloni pada cawan adalah 30-300 koloni/cawan atau 25-250 koloni/cawan. Permulaan penentuan kisaran ini berawal dari seorang mikrobiologiwan bernama Nersser (1895) yang menyimpulkan bahwa hitungan cawan yang paling baik adalah cawan yang memiliki 10.000 koloni/cawan yang perhitungannya dilakukan dengan mikroskop pada perbesaran rendah.
Medium Acidified Potato Dextrose Agar (APDA) Pembuatan medium yang dilakukan oleh manusia dapat berupa medium cair dan medium padat. Dahulu orang menggunakan kentang yang dipotong-potong untuk medium (Dwidjoseputro, 2005). Suatu penemuan yang lebih baik sekali ialah medium dari kaldu yang dicampur dengan sedikit agar-agar. Setelah medium disterilisasikan, kemudian dibiarkan mendingin, diperoleh medium padat yang dapat ditanami mikroorganisme (Dwiloka, 2000). Medium harus mengandung semua nutrisi yang mudah digunakan oleh mikroorganisme. APDA dibuat untuk menumbuhkan jamur. Hal itu karena jamur membutuhkan medium yang mengandung karbohidrat, dan pada medium APDA ini terdapat kentang (sumber karbohidrat) sebagai media yang cocok untuk menumbuhkan jamur. APDA (Acidified Potato Dextrose Agar) yaitu digunakan untuk kultivasi dan identifikasi jamur sehingga mempermudah dalam morfologinya (Irianto, 2006).
Aquades Air merupakan zat yang tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada keadaan standart. Memiliki nama IUPAC Dihydrogen monoxide, Oxidane dan memiliki rumus molekul H2O. Sifat fisik dan sifat kimia air diantaranya adalah massa molar 18.01528(33) g mol-1, densitas 1000 kg m-3, liquid (4 °C),917 kg m-3, titik leleh 0 °C, 32 °F ( 273.15 K ), titik didih 100 °C, 212 °F ( 373.15 K), bentuk molekul hexagonal, viskositas 0.001Pa  saat 20 °C, momen dipol 1.85 D, dan kelarutan dalam air larut dalam berbagai perbandingan (Anonim.2013)
Colony counter adalah suatu alat yang dapat digunakan untuk melakukan perhitungan sel secara cepat dan dapat digunakan untuk konsentrasi sel yang rendah. Pada mulanya diperuntukkan untuk menghitung sel darah. Memiliki garis-garis mikroskopis pada permukaan kaca. Luas total dari chamber adalah 9 mm2. Chamber tersebut nantinya akan ditutup dengan coverslip dengan ketinggian 0.1 mm di atas chamber floor. Penghitungan konsentrasi sel ini bergantung pada volume di bawah coverslip. Pada chamber terdapat 9 kotak besar berukuran 1 mm2 dan kotak-kotak kecil, di mana satu kotak besar sama dengan 25 kotak kecil sehingga satu kotak besar tersebut memiliki volume sebesar 0.0001 ml (Strober, 2001).
MATERI DAN METODE
Materi
Dalam praktikum perhitungan koloni bahan yang digunakan yaitu aquades, air kotor dan PDA. Sedangkan alat yang digunakan yaitu testup, cawan pertridis, pipet tetes dan lup untuk menghitung koloni.
Metode
Sediakan semua bahan yang akan digunakan yaitu 6 buah testup, air kotor, aquades dan pipet tetes. Lakukan terlebih dahulu dengan memasukkan aquades ke dalam testup sebanyak 9 ml aquades pada masing-masing testup. kemudian teteskan sebanyak 1 ml air kotor kedalam testup yang pertama saja, dan kemudian dihomogenkan. Setelah homogen selanjutnya ambil sebanyak 1 ml air kotor yang telah dihomogenkan pada testup pertama tadi ke dalam testup yang kedua, kemudian di homogenkan kembali dan diambil kembali sebanyak 1 ml dari testup yang ke 2 ke testup yang ke 3. Begitu seterusnya sampai pada testup yang keenam. Pada testup yang kelima dan keenam diambil sebagai sampel praktikum perhitungan koloni, ambil sebanyak 1 ml air pada testup kelima dan keenam masukkan ke dalam cawan Petridis kemudian beri label dan tunggu selama 1 hari.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut:
Cawan petridis
waktu
Jumlah koloni
10-5
1 hari
31
10-6
1 hari
34
   
Pembahasan
Setelah melaksanakan praktikum pengenceran, pada praktikum kali ini dilakukan prosedur pengamatan karakteristik koloni yang tumbuh pada cawan petri yang telah diinkubasi sebelumny selama 1 hari. Ukuran seperti titik kecil berwarna putih jumlahnya pada masing-masing cawan 10-5 dan 10-6 sebagai sampel perhitungan koloni yang diambil dalam praktikum ini berjumlah 31 dan 34. Kisaran hitung seperti yang sampai saat ini diketahui bahwa kisaran yang paling tepat dalam menghitung koloni pada cawan adalah 30-300 koloni/ cawan atau 25-250 koloni/cawan. Permulaan penentuan kisaran ini berawal dari seorang mikrobiologiwan bernama Nersser (1895) yang menyimpulkan bahwa hitungan cawan yang paling baik adalah cawan yang memiliki 10.000 koloni/cawan yang perhitungannya dilakukan dengan mikroskop pada perbesaran rendah bentuknya bulat halus dan bewarna putih. Warna. Kebanyakan koloni bakteri berwarna keputihan atau kekuningan. Kepekatan. Ada koloni yang lunak seperti lendir, ada yang keras dan kering (Dwidjoseputro, 1978). Pengamatan dilakukan dengan menggunakan kaca pembesar atau lup. Dengan menggunakan lup, maka koloni akan nampak lebih jelas. Pengamatan ini tetap dilakukan di dekan api bunsen agar terhindar dari kontaminasi bakteri lain yangada di udara. Setalah dilakukan penggamatan dan penggambaran karakteristik dari bakteri tersebut,dilakukan penghitungan jumlah koloni dari bakteri yang tumbuh pada masing - masing cawan.Akan tetapi, perhitungan dengan metode hitungan cawan ini belum dapat memberi data yang akurat. Mengingat bahwa metode hitungan cawan ini memiliki kelemahan-kelemahan hasil perhitungan tidak menunjukkan jumlah sel yang sebenarnya, karena beberapa sel yang berdekatan, mungkin membentuk satu kolon.                                                                                                                        
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa perhitungan koloni pada cawan Petridis pada testup kelima 10-5 dan pada cawan Petridis dari testup keenam 10-6 adalah 31 dan 34 koloni. Koloni pada cawan Petridis berwarna putih dan berbentuk halus kecil-kecil. Perhitungan dengan menggunakan PDA yang dicampur dengan aquades dan kotoran dihomogenkan.                                                                                                                                   
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2013.”Perhitungan Jumlah Bakteri”.httpwww.scribd.comdoc135885742
              perhitungan-jumlah-bakteri=htm.(4 Juni 2013).
Bown.1989,Dasar-Dasar Mikrobiologi JilidII.Jakarta:Universitas Indonesia press.
Dwidjoseputro, D,2005.” Dasar dasar mikrobiologi”. Jakarta: Djambatan.
Dwidjoseputro, D,1978.” Dasar dasar mikrobiologi”. Jakarta: Djambatan
Fardiaz .1989.Mikrobiologi Dalam Praktek. Makassar : UMM Press.
Gobel.2008. “Mikroba”.Jakarta : PT. Gramedia
Irianto .2006.”Perhitungan Mikroba”.Surabaya:Gramedia.
Jimmo.2013.”Perhitungan Pertumbuhan Mikroba”.Malang:Universitas Brawijaya.
Strober, Lud.2007.Mikrobiologi Umum.
LAMPIRAN
Pada cawan Petridis 10-5 mendapatkan koloni sebanyak 34 koloni
·         Sel relatifnya/CFU,s per ml adalah :
Menggunakan metode pour: koloni = 34, Fp= 1/10-5SP= 1 ml
CFU,s per ml adalah   = jumlah koloni x faktor pengenceran
 = 34 x 10-5 CFU,s/ 1 ml
                                     = 3.400.000 CFU,s/ 1  ml
= 34 x 10-5 CFU,s/ ml                                                     = 3,4 x 10-6 CFU,s/ ml

Pada cawan Petridis 10-6 mendapatkan koloni sebanyak 34 koloni
·         Sel relatifnya/CFU,s per ml adalah :
Menggunakan metode pour: koloni = 31, Fp= 1/10-6SP= 1 ml
CFU,s per ml adalah   = jumlah koloni x faktor pengenceran
 = 31 x 10-6 CFU,s/ 1 ml
                                     = 3.100.000 CFU,s/ 1  ml
= 31 x 10-6 CFU,s/ ml                                                          = 3,1 x 10-7 CFU,s/ ml



LAMPIRAN
            

PENGATURAN SELERA MAKAN PADA TERNAK


Nama : Lestari Refis Tanjung
BP : 1310611180

PENGATURAN SELERA MAKAN PADA TERNAK
            Proses makan (feeding) adalah aktivitas yang komplek, yang meliputi mencari makanan, mengamati, pergerakan, aktifitas sensorik, memakan dan mencerna. Dalam saluran pencernaan makanan dan zat-zat makanan diserap dan dimetabolismekan. Semua proses ini dapat mempengaruhi konsumsi makanan dalam jangka pendek (short term basis). Namun demikian perlu diperhatikan bahwa, pada ternak dewasa kebutuhan pokoknya (berat tubuhnya) relatif konstan, walaupun makanan tersedia ad libitum. Dengan demikian konsep jangka pendek-jangka panjang dalam mengontrol konsumsi harus diperhatikan. Walaupun sistem kontrol ini sama pada setiap jenis ternak, namun ada  perbedaan antar spesies yang tergantung pada pada struktur dan fungsi saluran pencernaannya.
            Aktivitas makan pada hewan mamalia dan unggas dikontrol oleh pusat di hipothalamus yang terletak di bagian cerebrum otak. Pada awalnya teori ini bermula dari dua aktivitas organ phaiiusat. Pertama adalah pusat makan (lateral hipothalamus) yang menyebabkan ternak memulai aktivitas makan sampai dibatasi oleh pusat yang kedua yaitu pusat kenyang (vetro medial hipothalamus) yang menerima signal dari tubuh sebagai hasil dari konsumsi makanan. Dengan demikian ternak akan terus makan sampai mendapat signal untuk berhenti dari pusat kenyang. Namun demikian yang berperan dalam pengaturan makan tidak hanya hipothalamus saja, melainkan ada bagian lain dari C NS yang berperan.
            Pengaturan selera makan pada ternak para ahli mengemukakan 4 teori yakni; :
            Teori I : Dikemukakan oleh Brobeck, dkk, yakni teori Termostatik.
Menurut Brobeck : hewan akan makan (lapar) untuk mencegah agar suhu tubuhnya tidak turun (hypothermia) dan berhenti makan (kenyang) untuk mencegah agar suhu tubuh tidak naik terus (hyperthermia). Panas yang timbul dari oksidasi makanan berperan sebagai pembawa berita kepusat syaraf (hypothalamus) untuk menyesuaikan konsumsi makanan. Faktor-faktor yang mendukung teori ini adalah :
1.Pusat lapar dan pusat kenyang peka terhadap perubahan suhu
2.Suhu makan (selera makan) dalam lingkungan yang bersuhu tinggi cenderung menurun
3. Bahan makanan zat makan atau metabulit yang banyak memproduksi panas cenderung cepat meni
pmbulkan rasa (sensasi) kenyang
4. Dalam lingkungan bersuhu tunggi laju sekresi hormon tiroksin yang dihasilkan oleh kelenjer tiroid cenderung menurun
Menurut Anderson dan Lersson (1961) yang disitasi oleh Toha Sutardi bahwa pemanasan daerah hipotalamus dekat pusat juga pada hewan percobaan (kambing) yang sengaja dilaporkan, bila daerah hypotalamus di dinginkan selera makan kambing akan bertambah. Demikian juga pada sapi yang makanannya terletak dalam sebuah tempat yang suhu lingkungannya sengaja di dinginkan, ternyata dapat merangsang nafsu (selera) makan dari sapi tersebut. Rendahnya selera makan dalam suhu lingkungan tinggi dapat berpengaruh buruk terhadap penampilan produksi ternak. Setiap hewan mempunyai suhu keritis rendah, di daerah tropis, penampilan produksinya tidak akan setinggi di daerah dingin yang dimaksud dengan suhu kritis adalah batas suhu terendah dari kisaran suhu termonetral. Pada ternak sapi suhu termonetral adalah 18 – 22 oC. pada domba yang dicukur bulunya 21 – 31 oC pada kambing 20 – 28 oC dan domba (secara umum) 21 – 25 oC.
       Teori II : Teori Chemostatic (Glukastatik) dikemukakan oleh Mayer (1952, 1955). Menyatakan bahwa metabolit dalam darah berperan sebagai pembawa rangsangan kepusat syaraf untuk mengatur selera makan (konsumsi makanan).
Pada hipothalamus terdapat reseptor glukosa yang peka terhadap kadarglukosa darah, sehingga nafsu makan erat hubungannya dengan kadar glukosa darah.
Beberapa alasan Mayer untuk mengemukakan teori glukostatik :
            (1). Sebagian besar sumber energi dari bahan makanan adalah berasal dari karbohidrat, dan karbohidrat ini akhirnya dirombakmenjadi glukosa dalam tubuh ternak (dimetabolisasikan)            (2). Cadangan glukosa dalam tubuh (dalam bentuk glikogen) yang pertama-tama dimanfaatkan bila tubuh kekurangan energi.
       (3). Semua  nsel-sel dalam tubuh mampu untuk memanfaatkan glukosa sebagai sumber energi bagi tubuh
        (4). Glukosa merupakan regulator (pengatur) dalam metabolisme protein dan lemak Teori glukostatik kurang dapat diterima oleh ahli nutrisi ruminansia karena:
                   (1). Setelah makan kadar glukosa darah ruminansia tidak banyak berubah
                   (2). Perbedaan kadar glukosa darah antara arteri dengan darah pada yang kurang dari 200 mikrogram/liter. Pemakaian glukosa oleh tenunan pada ruminansia amat kecil
                   (3). Penyuntikan insulin kedalam darah hanya sedikit merubah kadar glukosa darah (kurang dari 200 mikrogram/liter)
                   (4). Penambahan (infusi) glukosa kedalam darah tidak merubah selera makan pada ternak ruminansia.
       Teori III : yakni teori Lipostatik yang dikemukakan oleh Batas Etamal (1955)
Menyatakan bahwa selera makan dipengaruhi oleh lemak tubuh (pool lemak tubuh mempunyai korelasi negatif dengan selera makan). Bila lemak tubuh terkurang (berkurang) maka selera makan akan naik. Dalam banyak kejadian teori lipostatik ini nampaknya dapat diterapkan pada ternak ruminansia.  Misalnya : konsumsi makanan pada domba laktasi umumnya lebih tinggi dari pada domba kering (tidak menghasilkan susu). Teori keempat : yakni Teori Aminostatik, teori ini dikemukakan oleh Mellinkoff Menyatakan bahwa selera maka ditentukan oleh konsentrasi asam amino dalam plasma darah. Menurut teori ini konsumsi protein tinggi cepat menimbulkan sensasi kenyang karena konsumsi protein tinggi akan meningkatkan kadar asam amino dalam plasma darah (PAA), sehingga kenaikkan kadar PAA akan menurunkan selera makan. Teori ini kemudian diperbaiki oleh Happer (1964), yang menyatakan bahwa proses penurunan selera makan karena kenaikan kadar PAA hanyalah suatu proses adaptasi saja, karena kalau darah sudah jenuh dengan zat-zat makanan, maka bukan hanya PAA melainkan zat makanan lain ini juga dapat menurunkan selera makan. skema pengaturan selera makan pada ternak:
Non metabolik
            Dengan adanya makanan dalam alat pencernaan, akan merangsang sekresi dari cairan pencernaan (gastro intetinal Juice).  Bila tekanan osmotik tinggi maka kadar air dari digesta akan meningkat, sehingga dinding lambung (alat pencernaan) akan mengembang (distention).  Zat-zat makanan berbentuk molekul kecil (asam amino, gula dan garam) cenderung untuk meningkatkan (meninggikan) tekanan osmotik, atau melekul kecil ini dapat meningkatkan Distensi darialat pencernaan (terutama lambung) oleh cairan atau gas, sehingga cepat menimbulkan sensasi kenyang.  Zat makanan murni (campuran asam amino atau gula) lebih cepat menimbulkan sensasi kenyang, dibandingkan dengan protein atau karbohidrat alami. Bagian-bagian otak yang ikut serta dalam pengaturan selera makan adalah:
1.      Neo cortex : Peranannya secara fisiologis sulit untuk diterangkan.
2.      Limbic System : Berperan sebagai pusat diskriminasi atau seleksi terhadap bahan makanan (pakan), jika pusat ini dirusak, maka selera makan ternak akan meningkat, akan tetapi peningatannya itu abnormal, yaitu ternak akan kehilangan kemampuan untuk membedakan jenis makanan yang dimakannya (apa itu bahan makanan atau tidak). 
3.      Lobus Pyriform dan Amygdaloid : peranannya mempengaruhi pusat lapar dan pusat kenyang untuk mengubah selera makan (konsumsi).
4.      Bagian Dorsel Hypothalamus : merupakan pusat mengaturan selera makan secara Thermostatik.
5.      Bagian Lateral Hypothalamus : Berperan sebagai pusat lapar (Hunger Centre). 
6.      Bagian Ventro-Medial Hypothalamus : Berperan sebagai pusat kenyang (Satiety Centre).
7.      Reflek makan (Feeding Reflexes) : Berperan untuk membantu konsumsi makanan melalui kerja panca indra.  Melihat tipe perangsangnya reflek makanan ini terdiri dari : Visual, olfaktoris (penciuman), gustatoris (citra rasa), Auditoris (pendengaran), tactile (sentuhan), dan En Tero Ceptive (melalui Receptor dalam alat pencernaan).  Konsumsi makanan mungkin sekali disaring oleh ternak melalui tiga tingkatan, yakni:
                                      1. Panca indera
            2. Alat pencernaan
            3. Chemostatic dan thermostatic (setelah diserap dan dimetabolisasikan). 
              Bahan-bahan makanan yang berbahaya bagi kesehatan atau bernilai gizi rendah mungkin sekali akan ditolak (tidak dimakan oleh ternak), juga bila bau dan rasa makanan yang tidak disukai tidak akan dimakan oleh ternak.  Kontrol konsumsi pada ternak ruminasia pada umumnya dilakukan secara Distention (distensi) dan chemostatik.  Distention ; kontrol distention ini bekerja karena adanya desakan atau tekanan yang diterima oleh dinding rumen, karena adanya makanan (ingesta) dalam rumen atau karena penuhnya rumen (bulk) akibatnya ternak akan berhenti makanan.  Kontrol ini bekerja bila ternak banyak mendapat makanan yang berkualitas rendah yaitu makanan hijauan dan jerami. Akibat banyak memakan makanan yang berkualitas rendah ini maka saliva (air ludah) akan banyak diproduksi dan juga ternak akan banya membutuhkan air minum, sehingga makanan yang dimakan akan sedikit, disamping itu produksi gas (CO2 + CH4) tinggi ditambah dengan adanya bahan kering (bolus) dan cairan dalam rumen maka volume rumen akan cepat jadi penuh, sehingga terjadilah desakan pada dinding rumen (rumen jadi mengembang), akibatnya hewan akan berhenti makan, tapi kebutuhan energi bagi ternak tersebut belum terpenuhi (belum mencukupi). 
             Kontrol Chemostatik
                          Kontrol ini ditentukan oleh jumlah produk fermentatif (VFA) dalam rumen dan jumlah glukosa dalam darah.  Umumnya kontrol ini bekerja bila ternak banyak mendapat makanan yang berkualitas tinggi yakni makanan konsentrat.  Dengan memakan makanan yang berkualitas tinggi (konsentrat) maka kebutuhan ternak akan cepat terpenuhi energi dan bahan kering, akibatnya ternak akan berhenti makan.  Faktor lain yang mempengaruhi kebiasaan makan adalah : 
1. Waktu : bila waktu terbatas maka ternak akan sedikit mendapat makanan dan banyak ruminasi.
2. Bentuk fisik makanan : bila makanan kasar maka ternak akan banyak ruminansi.
3. Frekuensi pemberian makanan : pemberian makanan yang lebih sering adalah lebih baik karena akan lebih banyak mastikasi (penggunaan) dan waktu untuk ruminansi akan berkurang. 
Pedoman Dan Teknis Pengolahan Atau Pembuatan
            Menurut Kartadisastra (1997) Pedoman pada dasarnya adalah sesuatu hal yang bisa dijadikan untuk pegangan atau tuntunan. Untuk mengelola atau membuat pakan( ransum ) dalam rangka pengaturan selera makan untuk penghasilan produksi yang bagus perlu mempehatikan ;
Kebutuhan Pakan
            Kebutuhan ternak terhadap pakan dicerminkan oleh kebutuhannya terhadap nutrisi. Jumlah kebutuhan nutrisi setiap harinya sangat bergantung pada jenis ternak, umur, fase (pertumbuhan, dewasa, bunting, menyusui), kondisi tubuh (normal, sakit) dan lingkungan tempat hidupnya (temperatur, kelembaban nisbi udara) serta bobot badannya. Maka, setiap ekor ternak yang berbeda kondisinya membutuhkan pakan yang berbeda pula. Rekomendasi yang diberikan oleh Badan Penelitian Internasional (National Research Council) mengenai standardisasi kebutuhan ternak terhadap pakan dinyatakan dengan angka-angka kebutuhan nutrisi ternak ruminansia. Rekomendasi tersebut dapat digunakan sebagai patokan untuk menentukan kebutuhan nutrisi ternak ruminansia, yang akan dipenuhi oleh bahan-bahan pakan yang sesuai/bahan-bahan pakan yang mudah diperoleh di lapangan.
Konsumsi Pakan
            Ternak ruminansia yang normal (tidak dalam keadaan sakit/sedang berproduksi), mengkonsumsi pakan dalam jumlah yang terbatas sesuai dengan kebutuhannya untuk mencukupi hidup pokok. Kemudian sejalan dengan pertumbuhan, perkembangan kondisi serta tingkat produksi yang dihasilkannya, konsumsi pakannya pun akan meningkat pula. Tinggi rendah konsumsi pakan pada ternak ruminansia sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal (lingkungan) dan faktor internal (kondisi ternak itu sendiri).
      1.   Temperatur Lingkungan
     Ternak ruminansia dalam kehidupannya menghendaki temperatur lingkungan yang sesuai dengan kehidupannya, baik dalam keadaan sedang berproduksi maupun tidak. Kondisi lingkungan tersebut sangat bervariasi dan erat kaitannya dengan kondisi ternak yang bersangkutan yang meliputi jenis ternak, umur, tingkat kegemukan, bobot badan, keadaan penutup tubuh (kulit, bulu), tingkat produksi dan tingkat kehilangan panas tubuhnya akibat pengaruh lingkungan. Apabila terjadi perubahan kondisi lingkungan hidupnya, maka akan terjadi pula perubahan konsumsi pakannya. Konsumsi pakan ternak biasanya menurun sejalan dengan kenaikan temperatur lingkungan. Makin tinggi temperatur lingkungan hidupnya, maka tubuh ternak akan terjadi kelebihan panas, sehingga kebutuhan terhadap pakan akan turun. Sebaliknya, pada temperatur lingkungan yang lebih rendah, ternak akan membutuhkan pakan karena ternak membutuhkan tambahan panas. Pengaturan panas tubuh dan pembuangannya pada keadaan kelebihan panas dilakukan ternak dengan cara radiasi, konduksi, konveksi dan evaporasi.
      2.   Palatabilitas
          Palatabilitas merupakan sifat performansi bahan-bahan pakan sebagai akibat dari keadaan fisik dan kimiawi yang dimiliki oleh bahan-bahan pakan yang dicerminkan oleh organoleptiknya seperti kenampakan, bau, rasa (hambar, asin, manis, pahit), tekstur dan temperaturnya. Hal inilah yang menumbuhkan daya tarik dan merangsang ternak untuk mengkonsumsinya. Ternak ruminansia lebih menyukai pakan rasa manis dan hambar daripada asin/pahit. Mereka juga lebih menyukai rumput segar bertekstur baik dan mengandung unsur nitrogen (N) dan fosfor (P) lebih tinggi
      3.   Selera
                  Selera sangat bersifat internal, tetapi erat kaitannya dengan keadaan “lapar”. Pada ternak ruminansia, selera merangsang pusat saraf (hyphotalamus) yang menstimulasi keadaan lapar. Ternak akan berusaha mengatasi kondisi ini dengan cara mengkonsumsi pakan. Dalam hal ini, kadang-kadang terjadi kelebihan konsumsi (overat) yang membahayakan ternak itu sendiri.
      4.   Status fisiologi
Status fisiologi ternak ruminansia seperti umur, jenis kelamin, kondisi tubuh (misalnya bunting atau dalam keadaan sakit) sangat mempengaruhi konsumsi pakannya. 
5.   Konsentrasi Nutrisi
                 Konsentrasi nutrisi yang sangat berpengaruh terhadap konsumsi pakan adalah konsentrasi energi yang terkandung di dalam pakan. Konsentrasi energi pakan ini berbanding terbalik dengan tingkat konsumsinya. Makin tinggi konsentrasi energi di dalam pakan, maka jumlah konsumsinya akan menurun. Sebaliknya, konsumsi pakan akan meningkat jika konsentrasi energi yang dikandung pakan rendah.
      6.   Bentuk Pakan
                  Ternak ruminansia lebih menyukai pakan bentuk butiran (hijauan yang dibuat pellet atau dipotong) daripada hijauan yang diberikan seutuhnya. Hal ini berkaitan erat dengan ukuran partikel yang lebih mudah dikonsumsi dan dicerna. Oleh karena itu, rumput yang diberikan sebaiknya dipotong-potong menjadi partikel yang lebih kecil dengan ukuran 3-5 cm.
      7.   Bobot Tubuh
   Bobot tubuh ternak berbanding lurus dengan tingkat konsumsi pakannya Makin tinggi bobot tubuh, makin tinggi pula tingkat konsumsi terhadap pakan. Meskipun demikian, kita perlu mengetahui satuan keseragaman berat badan ternak yang sangat bervariasi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengestimasi berat badannya, kemudian dikonversikan menjadi “berat badan metabolis” yang merupakan bobot tubuh ternak tersebut. Berat badan ternak dapat diketahui dengan alat timbang. Dalam praktek di lapangan, berat badan ternak dapat diukur dengan cara mengukur panjang badan dan lingkar dadanya. Kemudian berat badan diukur dengan menggunakan formula: Berat badan = Panjang badan (inci) x Lingkar Dada2 (inci) / 661. Berat badan metabolis (bobot tubuh) dapat dihitung dengan cara meningkatkan berat badan dengan nilai 0,75.  Berat Badan Metabolis = (Berat Badan)0,75

8.   Produksi
                          Ternak ruminansia, produksi dapat berupa pertambahan berat badan (ternak potong), air susu (ternak perah), tenaga (ternak kerja) atau kulit dan bulu/wol. Makin tinggi produk yang dihasilkan, makin tinggi pula kebutuhannya terhadap pakan. Apabila jumlah pakan yang dikonsumsi (disediakan) lebih rendah daripada kebutuhannya, ternak akan kehilangan berat badannya (terutama selama masa puncak produksi) di samping performansi produksinya tidak optimal.
                       Korelasi antara ketiga komponen tersebut yaitu bahan pakan, proses pengolahan bahan pakan serta pengaturan selera makan yang diantaranya kualitas bahan pakan, frekuensi pemberian pakan dan penambahan bahan konsentrat seperti molases atau sejenisnya akan sangat mempengaruhi pola dan selera ternak untuk memakan makananya. Pada umumnya petani memberikan, mengatur dan mengelola bahan pakan jadi untuk ternak adalah untuk menghasilkan produksi yang baik

KESIMPULAN
Selera  makan  pada  ternak  di  pengaruhi  dari  berbagai  macam  faktor internal  maupun  dari faktor eksternal .  Factor internal  dipengaruhi oleh  temperature lingkungan,  selera, bobot tubuh   bentuk pakan dan produksi.  Sedangkan faktor eksternal di pengaruhi oleh  keterbatasan  jumlah rumput sebagai pakan bagi ternak, keadaan iklim yang ekstrim yang dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan ternak.