Nama
: Lestari Refis Tanjung
BP
: 1310611180
PENGATURAN SELERA MAKAN PADA TERNAK
Proses makan
(feeding) adalah aktivitas yang komplek, yang meliputi mencari makanan,
mengamati, pergerakan, aktifitas sensorik, memakan dan mencerna. Dalam saluran pencernaan
makanan dan zat-zat makanan diserap dan dimetabolismekan. Semua proses ini
dapat mempengaruhi konsumsi makanan dalam jangka pendek (short term basis).
Namun demikian perlu diperhatikan bahwa, pada ternak dewasa kebutuhan pokoknya
(berat tubuhnya) relatif konstan, walaupun makanan tersedia ad libitum.
Dengan demikian konsep jangka pendek-jangka panjang dalam mengontrol konsumsi
harus diperhatikan. Walaupun sistem kontrol ini sama pada setiap jenis ternak,
namun ada perbedaan antar spesies yang
tergantung pada pada struktur dan fungsi saluran pencernaannya.
Aktivitas
makan pada hewan mamalia dan unggas dikontrol oleh pusat di hipothalamus yang
terletak di bagian cerebrum otak. Pada awalnya teori ini bermula dari dua
aktivitas organ phaiiusat. Pertama adalah pusat makan (lateral hipothalamus)
yang menyebabkan ternak memulai aktivitas makan sampai dibatasi oleh pusat yang
kedua yaitu pusat kenyang (vetro medial hipothalamus) yang menerima signal dari
tubuh sebagai hasil dari konsumsi makanan. Dengan demikian ternak akan terus
makan sampai mendapat signal untuk berhenti dari pusat kenyang. Namun demikian
yang berperan dalam pengaturan makan tidak hanya hipothalamus saja, melainkan
ada bagian lain dari C NS yang berperan.
Pengaturan
selera makan pada ternak para ahli mengemukakan 4 teori yakni; :
Teori I : Dikemukakan oleh Brobeck, dkk, yakni teori Termostatik.
Menurut Brobeck : hewan akan makan (lapar) untuk mencegah agar suhu tubuhnya tidak turun (hypothermia) dan berhenti makan (kenyang) untuk mencegah agar suhu tubuh tidak naik terus (hyperthermia). Panas yang timbul dari oksidasi makanan berperan sebagai pembawa berita kepusat syaraf (hypothalamus) untuk menyesuaikan konsumsi makanan. Faktor-faktor yang mendukung teori ini adalah :
Teori I : Dikemukakan oleh Brobeck, dkk, yakni teori Termostatik.
Menurut Brobeck : hewan akan makan (lapar) untuk mencegah agar suhu tubuhnya tidak turun (hypothermia) dan berhenti makan (kenyang) untuk mencegah agar suhu tubuh tidak naik terus (hyperthermia). Panas yang timbul dari oksidasi makanan berperan sebagai pembawa berita kepusat syaraf (hypothalamus) untuk menyesuaikan konsumsi makanan. Faktor-faktor yang mendukung teori ini adalah :
1.Pusat lapar dan pusat kenyang peka terhadap perubahan
suhu
2.Suhu makan (selera makan) dalam lingkungan yang bersuhu tinggi cenderung menurun
3. Bahan makanan zat makan atau metabulit yang banyak memproduksi panas cenderung cepat menipmbulkan rasa (sensasi) kenyang
2.Suhu makan (selera makan) dalam lingkungan yang bersuhu tinggi cenderung menurun
3. Bahan makanan zat makan atau metabulit yang banyak memproduksi panas cenderung cepat menipmbulkan rasa (sensasi) kenyang
4. Dalam lingkungan bersuhu tunggi laju sekresi hormon
tiroksin yang dihasilkan oleh kelenjer tiroid cenderung menurun
Menurut Anderson dan Lersson (1961)
yang disitasi oleh Toha Sutardi bahwa pemanasan daerah hipotalamus dekat pusat
juga pada hewan percobaan (kambing) yang sengaja dilaporkan, bila daerah
hypotalamus di dinginkan selera makan kambing akan bertambah. Demikian juga
pada sapi yang makanannya terletak dalam sebuah tempat yang suhu lingkungannya
sengaja di dinginkan, ternyata dapat merangsang nafsu (selera) makan dari sapi
tersebut. Rendahnya selera makan dalam suhu lingkungan tinggi dapat berpengaruh
buruk terhadap penampilan produksi ternak. Setiap hewan mempunyai suhu keritis
rendah, di daerah tropis, penampilan produksinya tidak akan setinggi di daerah
dingin yang dimaksud dengan suhu kritis adalah batas suhu terendah dari kisaran
suhu termonetral. Pada ternak sapi suhu termonetral adalah 18 – 22 oC. pada
domba yang dicukur bulunya 21 – 31 oC pada kambing 20 – 28 oC dan domba (secara
umum) 21 – 25 oC.
Teori II : Teori
Chemostatic (Glukastatik) dikemukakan oleh Mayer (1952, 1955). Menyatakan bahwa
metabolit dalam darah berperan sebagai pembawa rangsangan kepusat syaraf untuk
mengatur selera makan (konsumsi makanan).
Pada hipothalamus terdapat reseptor glukosa yang peka terhadap kadarglukosa darah, sehingga nafsu makan erat hubungannya dengan kadar glukosa darah.
Beberapa alasan Mayer untuk mengemukakan teori glukostatik :
(1). Sebagian besar sumber energi dari bahan makanan adalah berasal dari karbohidrat, dan karbohidrat ini akhirnya dirombakmenjadi glukosa dalam tubuh ternak (dimetabolisasikan) (2). Cadangan glukosa dalam tubuh (dalam bentuk glikogen) yang pertama-tama dimanfaatkan bila tubuh kekurangan energi.
Pada hipothalamus terdapat reseptor glukosa yang peka terhadap kadarglukosa darah, sehingga nafsu makan erat hubungannya dengan kadar glukosa darah.
Beberapa alasan Mayer untuk mengemukakan teori glukostatik :
(1). Sebagian besar sumber energi dari bahan makanan adalah berasal dari karbohidrat, dan karbohidrat ini akhirnya dirombakmenjadi glukosa dalam tubuh ternak (dimetabolisasikan) (2). Cadangan glukosa dalam tubuh (dalam bentuk glikogen) yang pertama-tama dimanfaatkan bila tubuh kekurangan energi.
(3). Semua nsel-sel dalam tubuh mampu untuk
memanfaatkan glukosa sebagai sumber energi bagi tubuh
(4). Glukosa merupakan regulator (pengatur)
dalam metabolisme protein dan lemak Teori glukostatik kurang dapat diterima
oleh ahli nutrisi ruminansia karena:
(1). Setelah
makan kadar glukosa darah ruminansia tidak banyak berubah
(2). Perbedaan
kadar glukosa darah antara arteri dengan darah pada yang kurang dari 200
mikrogram/liter. Pemakaian glukosa oleh tenunan pada ruminansia amat kecil
(3).
Penyuntikan insulin kedalam darah hanya sedikit merubah kadar glukosa darah
(kurang dari 200 mikrogram/liter)
(4). Penambahan
(infusi) glukosa kedalam darah tidak merubah selera makan pada ternak
ruminansia.
Teori III : yakni teori
Lipostatik yang dikemukakan oleh Batas Etamal (1955)
Menyatakan bahwa selera makan dipengaruhi oleh lemak tubuh (pool lemak tubuh mempunyai korelasi negatif dengan selera makan). Bila lemak tubuh terkurang (berkurang) maka selera makan akan naik. Dalam banyak kejadian teori lipostatik ini nampaknya dapat diterapkan pada ternak ruminansia. Misalnya : konsumsi makanan pada domba laktasi umumnya lebih tinggi dari pada domba kering (tidak menghasilkan susu). Teori keempat : yakni Teori Aminostatik, teori ini dikemukakan oleh Mellinkoff Menyatakan bahwa selera maka ditentukan oleh konsentrasi asam amino dalam plasma darah. Menurut teori ini konsumsi protein tinggi cepat menimbulkan sensasi kenyang karena konsumsi protein tinggi akan meningkatkan kadar asam amino dalam plasma darah (PAA), sehingga kenaikkan kadar PAA akan menurunkan selera makan. Teori ini kemudian diperbaiki oleh Happer (1964), yang menyatakan bahwa proses penurunan selera makan karena kenaikan kadar PAA hanyalah suatu proses adaptasi saja, karena kalau darah sudah jenuh dengan zat-zat makanan, maka bukan hanya PAA melainkan zat makanan lain ini juga dapat menurunkan selera makan. skema pengaturan selera makan pada ternak:
Menyatakan bahwa selera makan dipengaruhi oleh lemak tubuh (pool lemak tubuh mempunyai korelasi negatif dengan selera makan). Bila lemak tubuh terkurang (berkurang) maka selera makan akan naik. Dalam banyak kejadian teori lipostatik ini nampaknya dapat diterapkan pada ternak ruminansia. Misalnya : konsumsi makanan pada domba laktasi umumnya lebih tinggi dari pada domba kering (tidak menghasilkan susu). Teori keempat : yakni Teori Aminostatik, teori ini dikemukakan oleh Mellinkoff Menyatakan bahwa selera maka ditentukan oleh konsentrasi asam amino dalam plasma darah. Menurut teori ini konsumsi protein tinggi cepat menimbulkan sensasi kenyang karena konsumsi protein tinggi akan meningkatkan kadar asam amino dalam plasma darah (PAA), sehingga kenaikkan kadar PAA akan menurunkan selera makan. Teori ini kemudian diperbaiki oleh Happer (1964), yang menyatakan bahwa proses penurunan selera makan karena kenaikan kadar PAA hanyalah suatu proses adaptasi saja, karena kalau darah sudah jenuh dengan zat-zat makanan, maka bukan hanya PAA melainkan zat makanan lain ini juga dapat menurunkan selera makan. skema pengaturan selera makan pada ternak:
Non metabolik
Dengan adanya
makanan dalam alat pencernaan, akan merangsang sekresi dari cairan pencernaan
(gastro intetinal Juice). Bila tekanan osmotik tinggi maka kadar air dari
digesta akan meningkat, sehingga dinding lambung (alat pencernaan) akan
mengembang (distention). Zat-zat makanan berbentuk molekul kecil (asam
amino, gula dan garam) cenderung untuk meningkatkan (meninggikan) tekanan
osmotik, atau melekul kecil ini dapat meningkatkan Distensi darialat pencernaan
(terutama lambung) oleh cairan atau gas, sehingga cepat menimbulkan sensasi
kenyang. Zat makanan murni (campuran asam amino atau gula) lebih cepat
menimbulkan sensasi kenyang, dibandingkan dengan protein atau karbohidrat
alami. Bagian-bagian otak yang ikut serta dalam pengaturan selera makan adalah:
1. Neo cortex :
Peranannya secara fisiologis sulit untuk diterangkan.
2. Limbic System :
Berperan sebagai pusat diskriminasi atau seleksi terhadap bahan makanan
(pakan), jika pusat ini dirusak, maka selera makan ternak akan meningkat, akan
tetapi peningatannya itu abnormal, yaitu ternak akan kehilangan kemampuan untuk
membedakan jenis makanan yang dimakannya (apa itu bahan makanan atau
tidak).
3. Lobus Pyriform
dan Amygdaloid : peranannya mempengaruhi pusat lapar dan pusat kenyang untuk
mengubah selera makan (konsumsi).
4. Bagian Dorsel
Hypothalamus : merupakan pusat mengaturan selera makan secara Thermostatik.
5. Bagian Lateral
Hypothalamus : Berperan sebagai pusat lapar (Hunger Centre).
6. Bagian
Ventro-Medial Hypothalamus : Berperan sebagai pusat kenyang (Satiety Centre).
7. Reflek makan
(Feeding Reflexes) : Berperan untuk membantu konsumsi makanan melalui kerja
panca indra. Melihat tipe perangsangnya reflek makanan ini terdiri dari :
Visual, olfaktoris (penciuman), gustatoris (citra rasa), Auditoris
(pendengaran), tactile (sentuhan), dan En Tero Ceptive (melalui Receptor dalam
alat pencernaan). Konsumsi makanan mungkin sekali disaring oleh ternak
melalui tiga tingkatan, yakni:
1. Panca indera
2. Alat
pencernaan
3. Chemostatic
dan thermostatic (setelah diserap dan dimetabolisasikan).
Bahan-bahan makanan yang berbahaya bagi kesehatan atau bernilai gizi rendah
mungkin sekali akan ditolak (tidak dimakan oleh ternak), juga bila bau dan rasa
makanan yang tidak disukai tidak akan dimakan oleh ternak. Kontrol
konsumsi pada ternak ruminasia pada umumnya dilakukan secara Distention
(distensi) dan chemostatik. Distention ; kontrol distention ini bekerja
karena adanya desakan atau tekanan yang diterima oleh dinding rumen, karena
adanya makanan (ingesta) dalam rumen atau karena penuhnya rumen (bulk)
akibatnya ternak akan berhenti makanan. Kontrol ini bekerja bila ternak
banyak mendapat makanan yang berkualitas rendah yaitu makanan hijauan dan
jerami. Akibat banyak memakan makanan yang berkualitas rendah ini maka saliva
(air ludah) akan banyak diproduksi dan juga ternak akan banya membutuhkan air
minum, sehingga makanan yang dimakan akan sedikit, disamping itu produksi gas
(CO2 + CH4) tinggi ditambah dengan adanya bahan kering (bolus) dan cairan dalam
rumen maka volume rumen akan cepat jadi penuh, sehingga terjadilah desakan pada
dinding rumen (rumen jadi mengembang), akibatnya hewan akan berhenti makan,
tapi kebutuhan energi bagi ternak tersebut belum terpenuhi (belum
mencukupi).
Kontrol
Chemostatik
Kontrol ini
ditentukan oleh jumlah produk fermentatif (VFA) dalam rumen dan jumlah glukosa
dalam darah. Umumnya kontrol ini bekerja bila ternak banyak mendapat
makanan yang berkualitas tinggi yakni makanan konsentrat. Dengan memakan
makanan yang berkualitas tinggi (konsentrat) maka kebutuhan ternak akan cepat
terpenuhi energi dan bahan kering, akibatnya ternak akan berhenti makan.
Faktor lain yang mempengaruhi kebiasaan makan adalah :
1. Waktu : bila waktu terbatas maka ternak akan sedikit
mendapat makanan dan banyak ruminasi.
2. Bentuk fisik makanan : bila makanan kasar maka ternak
akan banyak ruminansi.
3. Frekuensi pemberian makanan : pemberian makanan yang lebih sering adalah lebih baik karena akan lebih banyak mastikasi (penggunaan) dan waktu untuk ruminansi akan berkurang.
3. Frekuensi pemberian makanan : pemberian makanan yang lebih sering adalah lebih baik karena akan lebih banyak mastikasi (penggunaan) dan waktu untuk ruminansi akan berkurang.
Pedoman Dan Teknis Pengolahan Atau Pembuatan
Menurut
Kartadisastra (1997) Pedoman pada dasarnya adalah sesuatu hal yang bisa
dijadikan untuk pegangan atau tuntunan. Untuk mengelola atau membuat pakan(
ransum ) dalam rangka pengaturan selera makan untuk penghasilan produksi yang
bagus perlu mempehatikan ;
Kebutuhan Pakan
Kebutuhan
ternak terhadap pakan dicerminkan oleh kebutuhannya terhadap nutrisi. Jumlah
kebutuhan nutrisi setiap harinya sangat bergantung pada jenis ternak, umur,
fase (pertumbuhan, dewasa, bunting, menyusui), kondisi tubuh (normal, sakit)
dan lingkungan tempat hidupnya (temperatur, kelembaban nisbi udara) serta bobot
badannya. Maka, setiap ekor ternak yang berbeda kondisinya membutuhkan pakan
yang berbeda pula. Rekomendasi yang diberikan oleh Badan Penelitian
Internasional (National Research Council) mengenai standardisasi kebutuhan
ternak terhadap pakan dinyatakan dengan angka-angka kebutuhan nutrisi ternak
ruminansia. Rekomendasi tersebut dapat digunakan sebagai patokan untuk menentukan
kebutuhan nutrisi ternak ruminansia, yang akan dipenuhi oleh bahan-bahan pakan
yang sesuai/bahan-bahan pakan yang mudah diperoleh di lapangan.
Konsumsi Pakan
Konsumsi Pakan
Ternak
ruminansia yang normal (tidak dalam keadaan sakit/sedang berproduksi), mengkonsumsi
pakan dalam jumlah yang terbatas sesuai dengan kebutuhannya untuk mencukupi
hidup pokok. Kemudian sejalan dengan pertumbuhan, perkembangan kondisi serta
tingkat produksi yang dihasilkannya, konsumsi pakannya pun akan meningkat pula.
Tinggi rendah konsumsi pakan pada ternak ruminansia sangat dipengaruhi oleh
faktor eksternal (lingkungan) dan faktor internal (kondisi ternak itu sendiri).
1. Temperatur
Lingkungan
Ternak
ruminansia dalam kehidupannya menghendaki temperatur lingkungan yang sesuai
dengan kehidupannya, baik dalam keadaan sedang berproduksi maupun tidak.
Kondisi lingkungan tersebut sangat bervariasi dan erat kaitannya dengan kondisi
ternak yang bersangkutan yang meliputi jenis ternak, umur, tingkat kegemukan,
bobot badan, keadaan penutup tubuh (kulit, bulu), tingkat produksi dan tingkat
kehilangan panas tubuhnya akibat pengaruh lingkungan. Apabila terjadi perubahan
kondisi lingkungan hidupnya, maka akan terjadi pula perubahan konsumsi
pakannya. Konsumsi pakan ternak biasanya menurun sejalan dengan kenaikan
temperatur lingkungan. Makin tinggi temperatur lingkungan hidupnya, maka tubuh
ternak akan terjadi kelebihan panas, sehingga kebutuhan terhadap pakan akan
turun. Sebaliknya, pada temperatur lingkungan yang lebih rendah, ternak akan
membutuhkan pakan karena ternak membutuhkan tambahan panas. Pengaturan panas
tubuh dan pembuangannya pada keadaan kelebihan panas dilakukan ternak dengan
cara radiasi, konduksi, konveksi dan evaporasi.
2. Palatabilitas
Palatabilitas merupakan
sifat performansi bahan-bahan pakan sebagai akibat dari keadaan fisik dan
kimiawi yang dimiliki oleh bahan-bahan pakan yang dicerminkan oleh
organoleptiknya seperti kenampakan, bau, rasa (hambar, asin, manis, pahit),
tekstur dan temperaturnya. Hal inilah yang menumbuhkan daya tarik dan
merangsang ternak untuk mengkonsumsinya. Ternak ruminansia lebih menyukai pakan
rasa manis dan hambar daripada asin/pahit. Mereka juga lebih menyukai rumput
segar bertekstur baik dan mengandung unsur nitrogen (N) dan fosfor (P) lebih
tinggi
3. Selera
Selera
sangat bersifat internal, tetapi erat kaitannya dengan keadaan “lapar”. Pada
ternak ruminansia, selera merangsang pusat saraf (hyphotalamus) yang
menstimulasi keadaan lapar. Ternak akan berusaha mengatasi kondisi ini dengan
cara mengkonsumsi pakan. Dalam hal ini, kadang-kadang terjadi kelebihan
konsumsi (overat) yang membahayakan ternak itu sendiri.
4. Status
fisiologi
Status fisiologi ternak
ruminansia seperti umur, jenis kelamin, kondisi tubuh (misalnya bunting atau
dalam keadaan sakit) sangat mempengaruhi konsumsi pakannya.
5.
Konsentrasi Nutrisi
Konsentrasi nutrisi yang
sangat berpengaruh terhadap konsumsi pakan adalah konsentrasi energi yang
terkandung di dalam pakan. Konsentrasi energi pakan ini berbanding terbalik
dengan tingkat konsumsinya. Makin tinggi konsentrasi energi di dalam pakan,
maka jumlah konsumsinya akan menurun. Sebaliknya, konsumsi pakan akan meningkat
jika konsentrasi energi yang dikandung pakan rendah.
6. Bentuk
Pakan
Ternak
ruminansia lebih menyukai pakan bentuk butiran (hijauan yang dibuat pellet atau
dipotong) daripada hijauan yang diberikan seutuhnya. Hal ini berkaitan erat
dengan ukuran partikel yang lebih mudah dikonsumsi dan dicerna. Oleh karena
itu, rumput yang diberikan sebaiknya dipotong-potong menjadi partikel yang
lebih kecil dengan ukuran 3-5 cm.
7. Bobot
Tubuh
Bobot
tubuh ternak berbanding lurus dengan tingkat konsumsi pakannya Makin tinggi
bobot tubuh, makin tinggi pula tingkat konsumsi terhadap pakan. Meskipun
demikian, kita perlu mengetahui satuan keseragaman berat badan ternak yang
sangat bervariasi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengestimasi berat
badannya, kemudian dikonversikan menjadi “berat badan metabolis” yang merupakan
bobot tubuh ternak tersebut. Berat badan ternak dapat diketahui dengan alat
timbang. Dalam praktek di lapangan, berat badan ternak dapat diukur dengan cara
mengukur panjang badan dan lingkar dadanya. Kemudian berat badan diukur dengan
menggunakan formula: Berat badan = Panjang badan (inci) x Lingkar Dada2 (inci)
/ 661. Berat badan metabolis (bobot tubuh) dapat dihitung dengan cara
meningkatkan berat badan dengan nilai 0,75. Berat Badan Metabolis = (Berat Badan)0,75
8. Produksi
Ternak ruminansia,
produksi dapat berupa pertambahan berat badan (ternak potong), air susu (ternak
perah), tenaga (ternak kerja) atau kulit dan bulu/wol. Makin tinggi produk yang
dihasilkan, makin tinggi pula kebutuhannya terhadap pakan. Apabila jumlah pakan
yang dikonsumsi (disediakan) lebih rendah daripada kebutuhannya, ternak akan
kehilangan berat badannya (terutama selama masa puncak produksi) di samping
performansi produksinya tidak optimal.
Korelasi antara ketiga komponen tersebut yaitu bahan pakan, proses pengolahan
bahan pakan serta pengaturan selera makan yang diantaranya kualitas bahan
pakan, frekuensi pemberian pakan dan penambahan bahan konsentrat seperti
molases atau sejenisnya akan sangat mempengaruhi pola dan selera ternak untuk
memakan makananya. Pada umumnya petani memberikan, mengatur dan mengelola bahan
pakan jadi untuk ternak adalah untuk menghasilkan produksi yang baik
KESIMPULAN
Selera makan
pada ternak di
pengaruhi dari berbagai
macam faktor internal maupun
dari faktor eksternal . Factor
internal dipengaruhi oleh temperature lingkungan, selera, bobot tubuh bentuk pakan dan produksi. Sedangkan faktor eksternal di pengaruhi
oleh keterbatasan jumlah rumput sebagai pakan bagi ternak,
keadaan iklim yang ekstrim yang dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan
ternak.
Apa ini sama dengan regulasi makanan kak?
BalasHapusApa pengaturan nafsu makanan ini sama dengan regulasi makanan kak?
BalasHapus